SOPPENG – Politisi Soppeng, Muhammad Ridha, menilai langkah Bupati Soppeng H. Suwardi Haseng, S.E. dalam menerbitkan dua Keputusan Bupati sebagai bentuk ketegasan sekaligus keberpihakan kepada masyarakat. Menurutnya, keputusan itu muncul sebagai jawaban atas macetnya pembahasan KUA-PPAS Perubahan 2025 di DPRD Soppeng.
Ridha menegaskan, sikap bupati dengan mengeluarkan Keputusan Bupati Nomor 358/VIII/2025 tentang Perubahan KUA APBD Tahun Anggaran 2025 serta Keputusan Bupati Nomor 359/VIII/2025 tentang Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2025 adalah langkah proaktif yang pro rakyat.
“Ini pilihan yang tepat dan berani. Jangan sampai pembangunan dan pelayanan publik terhambat hanya karena DPRD tidak mampu menjalankan kewajibannya. Dengan adanya dua keputusan itu, roda pemerintahan bisa tetap berjalan sesuai kebutuhan daerah,” ujar Ridha saat dikonfirmasi media ini, Rabu (20/8/2025).
Ia juga mengkritisi lambannya kinerja DPRD Soppeng yang tidak berhasil melaksanakan rapat persetujuan hingga batas waktu yang ditentukan.
“Lambannya kerja DPRD bukan sekadar soal teknis rapat, tetapi sudah masuk pada persoalan tanggung jawab moral. Masyarakat pasti kecewa melihat wakilnya justru tidak disiplin,” tegasnya.
Ridha menambahkan, DPRD seharusnya menjadi mitra kritis pemerintah daerah, bukan menjadi hambatan. “Kalau rapat saja gagal digelar berulang kali, bagaimana mungkin agenda besar daerah bisa terwujud? Yang dirugikan tetap masyarakat,” tandasnya.
Seperti diketahui, Pemerintah Daerah telah mengajukan KUA-PPAS Perubahan Tahun Anggaran 2025 sejak 23 Juli, namun hingga pertengahan Agustus DPRD tidak juga menggelar rapat pembahasan. Atas kondisi itu, Bupati Soppeng mengambil langkah antisipatif dengan menetapkan dua keputusan tersebut.
Selain sebagai politisi, Muhammad Ridha yang akrab disapa Didot juga memiliki pengalaman panjang di pemerintahan. Selama 12 tahun, ia terlibat dalam bidang anggaran, perencanaan, dan pelaporan pada Dinas Pariwisata serta Kominfo Soppeng. Bekal itu membuatnya paham bahwa keterlambatan pembahasan KUA-PPAS tidak semestinya terjadi.
“Proses penyiapan, pembahasan hingga penetapan anggaran itu sudah memiliki jadwal baku. Seharusnya tidak ada alasan untuk mandek, karena tugas DPRD dan pemerintah daerah adalah melakukan sinkronisasi. Kalau jadwal tidak ditepati, yang muncul bukan hanya masalah teknis, tapi juga persepsi buruk dari publik,” ujarnya.
Didot menilai kegagalan DPRD melaksanakan rapat bukanlah masalah sederhana. Menurutnya, kondisi ini dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perwakilan. “Masyarakat tentu menilai, apakah wakil mereka betul-betul hadir untuk bekerja atau justru abai terhadap tugas konstitusional. Ini preseden buruk bagi kita semua,” tambahnya.
Ia pun mengapresiasi langkah cepat Bupati Soppeng yang berani mengambil keputusan meski berisiko menimbulkan polemik politik. “Saya memahami langkah bupati itu sebagai bentuk tanggung jawab agar roda pemerintahan tidak berhenti. Tugas pelayanan publik tidak boleh tertunda hanya karena perbedaan pandangan politik,” ungkapnya.
Didot mengingatkan agar DPRD segera melakukan introspeksi. “Keterlambatan ini menjadi catatan sejarah, dan catatan itu tidak akan hilang. Ke depan, DPRD harus lebih disiplin dan menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya,” tutupnya.