Oleh: Amrayadi SH, MH. (Pemerhati Sosial di Soppeng)
Ketika Presiden Prabowo Subianto mengumumkan reshuffle kabinet dan menunjuk Muhammad Qodari sebagai Kepala Kantor Staf Presiden (KSP), banyak yang terkejut sekaligus penasaran. Qodari yang selama ini dikenal sebagai pengamat politik dan Direktur Eksekutif Indo Barometer, kini resmi masuk ke lingkaran inti kekuasaan. Penunjukan ini memunculkan pertanyaan: apa yang membuat seorang peneliti dan analis politik layak dipercaya mengawal agenda prioritas presiden?
Qodari meraih gelar doktor Ilmu Politik dari Universitas Gadjah Mada. Disertasinya tentang split-ticket voting mengupas perilaku pemilih Indonesia yang kian rasional dan beragam, sebuah kajian penting yang membuktikan bahwa ia bukan hanya paham peta politik, tetapi juga memahami psikologi sosial masyarakat.
Kariernya dimulai dari dunia penelitian di ISAI (Institut Studi Arus Informasi) dan CSIS (Centre for Strategic and International Studies). Ia lalu bergabung dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) hingga mendirikan Indo Barometer pada 2006. Lembaga ini kemudian menjadi salah satu referensi penting bagi banyak partai politik, media, dan kandidat dalam membaca opini publik.
Namun Qodari tidak hanya berhenti sebagai pengamat. Ia kerap mendorong gagasan kontroversial, seperti wacana pasangan “Jokowi–Prabowo 2024” yang kala itu dianggap sebagai jalan keluar dari polarisasi politik yang tajam. “Kita perlu meredam ketegangan politik agar bangsa ini tidak terus terbelah,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Pernyataan ini menegaskan fokusnya pada persatuan nasional dan stabilitas politik sebagai syarat utama pembangunan.
Penempatan Qodari sebagai Kepala KSP tampaknya strategis bagi Prabowo. KSP bukan hanya sekadar kantor staf, tetapi motor pengendali program prioritas, pemantau kebijakan lintas kementerian, sekaligus kanal pengaduan publik. Dengan latar belakang sebagai analis yang terbiasa bekerja berbasis data, Qodari diharapkan mampu membawa kebijakan presiden lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Selain keunggulan analitis, gaya komunikasinya yang lugas namun moderat menjadi nilai tambah. Qodari dikenal mampu menjembatani perbedaan pandangan, baik di kalangan elite maupun publik. Hal ini sejalan dengan kebutuhan kabinet Prabowo untuk meredam potensi gesekan di tahun-tahun awal pemerintahan.
Tentu, tantangan tidak kecil menantinya. Memimpin KSP berarti harus mengubah perspektif: dari pengamat yang bebas berpendapat, menjadi pelaksana kebijakan yang penuh kompromi politik. Qodari juga harus menjaga keseimbangan antara loyalitas kepada Presiden dan keterbukaan terhadap kritik masyarakat.
Qodari ke Istana memberi harapan baru. Dia punya kapasitas membaca arah angin dan mendengar denyut nadi rakyat. Kalau dimanfaatkan dengan baik, Qodari bisa menjadi ‘sensor sosial’ yang membantu presiden menghindari kebijakan yang berpotensi memicu resistensi publik.
Dengan bekal akademik, pengalaman panjang membaca data, dan kepedulian terhadap isu kebangsaan, Qodari kini punya panggung yang lebih besar. Dari balik meja KSP, ia tidak hanya menganalisis arah politik, tetapi ikut menentukannya.