Infotren24.com_ Dalam perbincangan bersama Infotren24 belum lama ini, Ketua Divisi Hukum Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK), Sukriadi, SH, mengajak para pemangku kebijakan di daerah, khususnya di lingkup Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), untuk lebih cermat dalam memahami peran dan batas kewenangan saat melaksanakan pembangunan Bangunan Gedung Negara (BGN).
Menurutnya, ada satu aspek penting yang kerap luput dari perhatian, yakni kewajiban melibatkan Pengelola Teknis yang bersertifikat dalam setiap kegiatan pembangunan gedung negara yang menggunakan dana APBN maupun APBD.
“Aturannya jelas. Dalam PP Nomor 16 Tahun 2021, khususnya Pasal 124 ayat (7) hingga (9), sudah disebutkan bahwa setiap pembangunan gedung negara harus didampingi oleh pengelola teknis. Tugas mereka bukan hanya administratif, tapi juga memastikan aspek teknis dan akuntabilitas berjalan baik,” ujar Sukriadi dalam penjelasannya.
Ia menambahkan bahwa Pengelola Teknis adalah pihak yang memiliki sertifikasi khusus dan bertanggung jawab langsung kepada dinas atau instansi pembina bangunan gedung negara. Namun dalam praktiknya, masih dijumpai situasi di mana SKPD mengambil alih fungsi tersebut atau meminta tenaga teknis dari unit yang tidak memiliki kewenangan sesuai aturan.
“Kadang ada anggapan bahwa karena ini urusan teknis, bisa saja ditangani internal. Padahal justru di situlah letak bahayanya. Tanggung jawab teknis itu punya jalurnya sendiri, dan kalau tidak diikuti, hasil pekerjaan bisa dipertanyakan,” lanjutnya.
Sukriadi menekankan bahwa tujuan pengaturan ini bukan untuk mempersulit, melainkan untuk melindungi seluruh pihak, baik pengguna anggaran maupun pelaksana kegiatan. Ia juga mengingatkan bahwa biaya untuk pengelolaan teknis sebenarnya sudah dialokasikan dalam pagu anggaran, sehingga tidak perlu ada kekhawatiran soal pembiayaan.
“Sering muncul pertanyaan, ‘di mana letak korupsinya kalau tidak pakai pengelola teknis?’ Ya justru di situ. Kalau ada biaya yang disiapkan tapi tidak digunakan sebagaimana mestinya, itu bisa jadi bentuk penyimpangan,” tuturnya dengan nada tenang.
Dalam catatannya, L-KONTAK telah menyusun kajian hukum terhadap sejumlah kegiatan rehabilitasi dan pembangunan gedung negara di beberapa kabupaten selama periode 2023–2025. Kajian ini tidak dimaksudkan untuk menuding, melainkan sebagai bahan refleksi bersama tentang pentingnya kepatuhan terhadap prosedur.
Sukriadi juga menyayangkan masih adanya praktik interpolasi biaya atau rekayasa pembiayaan yang dilakukan oleh oknum yang tidak memiliki kompetensi teknis. Menurutnya, tindakan seperti ini berisiko menimbulkan dugaan mark-up dan merugikan keuangan negara, terutama bila dilakukan tanpa dasar kewenangan yang sah.
Namun demikian, ia menutup perbincangan dengan nada yang menyejukkan:
“Kita semua punya semangat yang sama: ingin pembangunan berjalan lancar dan hasilnya dirasakan masyarakat. Tapi mari jangan abaikan rambu-rambu hukum. Justru dengan taat aturan, kita sedang menjaga kehormatan institusi dan melindungi diri sendiri.”