CEREKANG – Perlawanan masyarakat adat To Cerekang terhadap aktivitas tambang PT PUL semakin menguat. Pada 11 Januari 2025, ratusan warga bersama pemuka adat menggelar musyawarah akbar yang menghasilkan keputusan bulat untuk menolak dengan tegas keberadaan tambang di wilayah adat mereka.
Sekitar 23,4 hektar wilayah tambang PT PUL masuk dalam wilayah adat Cerekang di lokasi Pengsimoni, Kasosoe, dan Padang Annungnge. Hal ini memicu penolakan keras dari masyarakat adat.
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mencatat bahwa 18 lokasi wilayah adat Cerekang, memiliki nilai spiritual, ekologis, dan budaya yang erat dengan kehidupan masyarakat setempat. Wilayah tersebut meliputi Pengsimoni (Pensemoni), Ujung Tana, Padang Annungnge, Tomba, Kasosoe, Aggattungeng Ance’e, Berue’, Mangkulili, Lengkong, Turungeng Appancangengnge, Wae Mami, dan beberapa lokasi lain.

“Hutan adat ini adalah warisan leluhur kami yang ada jauh sebelum negara ini terbentuk. Kami menolak aktivitas apapun di dalam wilayah adat To Cerekang. Tidak ada alasan bagi perusahaan untuk mengelola wilayah ini,” ujar Suaib, tokoh adat yang dihormati, dalam pernyataannya pada musyawarah tersebut.
Penolakan ini juga didukung oleh kelompok perempuan adat To Cerekang, yang menyuarakan keprihatinan terhadap ancaman tambang bagi lingkungan. Utami, salah satu tokoh perempuan, menyatakan, “Selain akan merusak hutan adat, aktivitas pertambangan juga berdampak pada ketersediaan air bersih, kebutuhan paling mendasar bagi kami para ibu rumah tangga,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Hutan adat yang telah dilindungi turun-temurun ini memiliki aturan ketat berdasarkan ajaran leluhur, seperti larangan merusak hutan, menjaga kejernihan air sungai, hingga pembatasan akses ke wilayah-wilayah tertentu.
Namun, keberadaan tambang PT PUL yang memasuki tiga lokasi sakral tersebut dianggap sebagai ancaman serius terhadap kelestarian lingkungan dan identitas budaya masyarakat adat. “Hutan adat adalah jantung kehidupan kami. Jika hutan ini hilang, maka kehidupan kami juga ikut hilang,” ungkap salah satu warga.
Dalam musyawarah tersebut, masyarakat adat To Cerekang mendesak PT PUL untuk segera mengeluarkan wilayah adat dari konsesi tambangnya. Mereka menegaskan tidak akan mundur dan siap melakukan perlawanan tanpa kompromi.
“Kami tidak hanya berjuang untuk mempertahankan tanah ini, tetapi juga untuk menjaga warisan leluhur dan kelangsungan hidup generasi mendatang,” tutup Suaib dengan tegas.
Penolakan masyarakat adat To Cerekang adalah simbol keteguhan hati untuk melindungi hutan adat mereka dari ancaman eksploitasi. Perlawanan ini mencerminkan betapa pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam yang telah diwariskan oleh leluhur mereka selama berabad-abad.