PERSPEKTIF

Lebih dari Sepak Bola: Sewo Junior dan Kehormatan Soppeng

×

Lebih dari Sepak Bola: Sewo Junior dan Kehormatan Soppeng

Sebarkan artikel ini

“Penghargaan terbesar bukanlah piala, bukan sorotan kamera, melainkan keyakinan di dalam hati bahwa kita telah menjaga sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri yaitu kehormatan”

 

Sewo Junior hanya keluar sebagai Juara III pada seleksi Zona Sulsel Piala Menpora-Apsumsi III 2025 di Sidrap. Bukan tim terbaik di atas kertas, bukan pula yang paling difavoritkan. Namun ketika empat tim asal Sulsel seharusnya berangkat ke tingkat nasional di Magelang, hanya Sewo Junior dari Soppeng yang benar-benar berani berkata: “Kami siap berangkat.”

Keberanian itu lahir bukan dari anggaran besar atau dompet tebal. Justru sebaliknya. Kabar yang beredar di sebuah grup WhatsApp menyebut: Sewo Junior tidak cukup biaya. Bagi sebagian orang, itu cukup untuk menutup pintu. Tapi kenyataannya, kabar itu justru membuka pintu solidaritas.

Seorang pemerhati bola mulai bergerak, membuka jalan donasi. Puluhan orang ikut menyumbang. Dari saku-saku sederhana, lahir tekad bersama agar Soppeng tidak absen. Dana terkumpul, dan Sewo Junior resmi berangkat ke Magelang.

Pertanyaannya: apakah mereka yakin bisa berprestasi di tingkat nasional? Dan apakah dana yang disumbangkan tidak sia-sia?

Jawabannya sederhana; keikutsertaan ini bukan semata soal menang atau kalah. Ini soal keberanian sebuah tim kecil yang menolak tunduk pada keterbatasan. Ini soal kebanggaan kolektif bahwa nama baik daerah terlalu berharga untuk dibiarkan hilang di arena nasional.

Sewo Junior tidak membawa anggaran besar. Tapi mereka membawa sesuatu yang lebih berharga yakni harga diri Soppeng. Di dalamnya ada harapan, doa, dan kebanggaan. Itulah yang membuat langkah mereka ke Magelang tidak akan pernah sia-sia.

Membawa nama baik daerah bukan sekadar mengibarkan bendera atau hadir dalam seremoni penuh tepuk tangan. Itu adalah tanggung jawab moral. Di balik nama daerah, ada wajah orang tua, tetangga, sahabat, dan generasi yang menaruh harapan.

Menjaga nama baik daerah sama artinya menjaga marwah bersama. Bukan hanya satu nama, melainkan ratusan ribu jiwa yang terikat pada tanah kelahiran. Karena itu, orang rela melakukan hal-hal yang mungkin terlihat tidak masuk akal; mengorbankan waktu, tenaga, bahkan dana pribadi.

Nilai pengabdian memang tidak selalu bisa diukur dengan logika. Karena menjaga nama baik untuk diri sendiri maupun daerah, adalah bagian dari harga diri.

Dan pada akhirnya, penghargaan terbesar bukanlah piala, bukan sorotan kamera, melainkan keyakinan di dalam hati bahwa kita telah menjaga sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri yaitu kehormatan.