BUDAYADAERAHPERSPEKTIFSOPPENG

Cemmè Safareng: Tradisi Yg Hilang di Soppeng

×

Cemmè Safareng: Tradisi Yg Hilang di Soppeng

Sebarkan artikel ini

Oleh : H. A. Ahmad Saransi

Mandi Safar merupakan tradisi lokal yang telah lama dikenal di berbagai daerah di Indonesia, khususnya pada Rabu terakhir bulan Safar dalam penanggalan Hijriah. Di Soppeng, masyarakat menyebutnya dengan nama “Cemmè-Cemmè Safareng” atau Mandi Bulan Safar.

Namun, berbeda dengan daerah lain, tradisi di Soppeng memiliki kekhasan tersendiri karena berangkat dari sebuah ritus sakral yang dikenal dengan ungkapan:

ᨊᨕᨘᨉᨘᨂᨗ ᨔᨙᨓᨚ ᨊᨕᨚᨇᨚ ᨓᨗᨍ ᨒᨓᨚᨊ᨞

Nauddungngi Sèwo Naompo Wija Lawona.”

Secara harfiah, ungkapan tersebut bermakna “mengunjungi Gunung Sèwo dengan harapan kelak lahir keturunan yang baik.” Namun di baliknya tersimpan nilai sejarah dan filosofi yang sangat dalam.

Hulu Sungai Lawo Kabupaten Soppeng.

ᨊᨕᨘᨉᨘᨂᨗ ᨔᨙᨓᨚ Nauddungngi Sèwo menunjuk pada sebuah kampung pegunungan bernama Sewo, tempat berdirinya makam Syekh Abdul Majid Tuan Uddungeng, seorang ulama penyebar Islam di Soppeng pada abad ke 17 atau semasa pemerintahab Datu Soppeng ke 14 Beowe. Ziarah ke makam ini dimaknai sebagai bentuk penghormatan, pembersihan hati, sekaligus doa agar senantiasa mendapat tuntunan iman.

ᨊᨕᨚᨇᨚ ᨓᨗᨍ ᨒᨓᨚᨊ᨞

Naompo Wija Lawona adalah harapan luhur masyarakat agar anak keturunan mereka kelak tumbuh menjadi pribadi yang baik, membawa nama harum keluarga, serta bermanfaat bagi sesama.

Masyarakat Soppeng tempo dulu menerjemahkan ungkapan tersebut dalam sebuah tindakan nyata. Rangkaian tradisi dimulai dengan ziarah ke makam Tuan Uddungeng di Sewo, lalu dilanjutkan menuju Sungai Lawo untuk melaksanakan Cemmè Safareng. Di tepi sungai itulah masyarakat bersama-sama mandi, membersihkan diri lahir dan batin, sambil menanamkan doa dan harapan agar kehidupan mereka serta keturunannya senantiasa diberkahi.

Sayangnya, tradisi Cemmè Safareng di Soppeng kini sudah lama tidak lagi dilaksanakan. Padahal, di dalamnya tersimpan kearifan lokal yang mampu merekatkan hubungan manusia dengan leluhur, dengan alam, serta dengan Sang Pencipta.

Untuk itu, ada baiknya bila Pemerintah Kabupaten Soppeng menghidupkan kembali tradisi ini, bukan hanya sebagai bentuk pelestarian budaya, tetapi juga sebagai potensi wisata spiritual yang dapat memperkaya identitas daerah. Tradisi

ᨊᨕᨘᨉᨘᨂᨗ ᨔᨙᨓᨚ ᨊᨕᨚᨇᨚ ᨓᨗᨍ ᨒᨓᨚᨊ᨞

Nauddungngi Sèwo Naompo Wija Lawona dapat menjadi daya tarik unik yang memadukan nilai sejarah, religi, dan kearifan lokal, sekaligus memberikan ruang bagi generasi muda untuk kembali meresapi makna leluhur mereka.

Dengan demikian, Cemmè-Cemmè Safareng tidak hanya menjadi ingatan masa lalu, tetapi bisa kembali hadir sebagai warisan hidup yang meneguhkan jati diri masyarakat Soppeng.